Jutaan ide sudah terpampang di kepala namun terasa
sulit menyalurkannya. Alhasil ketika ingin menulis bingung akan menulis apa.
Lambat waktu berlalu belum ada coretan tinta hitam di kertas, halaman ms word
masih kosong bersih. Atau saat ditengah perjalanan tiba – tiba bertemu titik
buntu. Entah mau berlanjut kemana. Lantas bagaimana ? Solusinya adalah hati.
Menulis tanpa menggunakan hati tidak akan mengenai
hati pembaca bukan. Tere Liye. Penulis yang bukunya selalu best seller. Karya
beliau selalu dinanti. Kenapa? Karena Menulis Dari Hati. Sederhana. Dari hati
akan sampai ke hati. Biasanya menulis pakai hati berasal dari hal yang dekat
dengan kita. Bisa dari kegelisahan dan tidak melulu dengan menye-menye. Raditya
Dika. Menulis kegelisahannya saat kuliah di salah satu bukunya dengan genre
komedi.
Mungkin menulis dari hati suka terbawa keadaan.
Pengennya cepet selesai. Padahal kenyataannya? Nah harusnya tetap konsisten.
Menulis itu sebenarnya nggak ribet. Ide datang, buat premisnya lalu mind
mapnya. Agar tulisan terarah dan tetap pada tujuan awal. Ada juga yang moody
kalau menulis. Ini nggak konsisten namanya. Maunya nulis pas mood bagus doang.
Mending buat otak fresh, terus lanjut nulis lagi.
Terkait ide bisa muncul sebelum nulis cerita tapi
pas menulis, tiba – tiba muncul ide lainnya sehingga bingung mau nulis yang
mana. Ini pasti terjadi kepada semua penulis, sudah pernah mengalaminya. Lalu
bagaimana ? Jadikan itu project selanjutnya. Selesaikan apa yang telah dimulai
terlebih dahulu. Baru dilanjut tuh ide lainnya.
Lantas mendalami atau menghayati hasil tulisan kita
perlukah ? Jika memang tulisan itu berasal dari hati kita, kita pun akan
merasakan tanpa menghayati atau mendalaminya. Pasti pernah kan baca quote –
quote yang baper ? Padahal baca doang kan? Tapi ngena! Kenapa? Karena hati
merasakanya. Jadi tulisan yang berasal dari hati kita pasti akan lebih mengena
ketimbang baca quote baper orang lain. Membaca quote orang lain aja udah bikin
baper apalagi kalau tulisannya dari hati kita. Eaaa....
Lanjut. Jangan lupa memberi waktu untuk menulis dan
membaca tiap harinya. Kita diberi waktu 24 jam tiap hari. Usahakan sebelum
tidur luangkan waktu 10 – 15 menit untuk membaca. Atau biasa diwaktu lain.
Intinya luangkan waktu, jangan menunggu waktu luang. Tulis apa yang kita
rasakan. Setidaknya mereka para pembaca pernah merasakan atau tidak menutup
kemungkinan akan merasakan dan terbawa dalam suasana. Menulis dari hati
biasanya tidak jauh dari “CINTA” maka tulislah tentang cinta dari sudut pandang
yang berbeda. Cinta Allah, Cinta Rasul, Cinta Keluarga, Cinta Kepada Diri
Sendiri atau Cinta pada ciptaanNya. Makna cinta luas sekali bukan? Bukan hanya
cinta antara kaum adam dan hawa yang sering diangkat dalam cerita. Nah dari ide
yang mendasar itu kita bisa menuliskannya dari sudut pandang yang berbeda.
Ingat yah dari sudut pandang yang berbeda agar ketika orang lain membaca
tulisan kita tidak monoton.
Sebenarnya, tips menulis itu banyak sekali, bukan
hanya menulis dari hati. Namun, inilah yang selalu kak Zaenal Abidin gunakan
ketika ingin menulis. Hingga akhirnya buku pertamanya yang berjudul “Tuhan
Izinkan Aku Melupakannya‟ tembus peringkat satu terlaris di playstore. Beliau
menargetkan naskah ini selesai dalam waktu kurang lebih satu bulan. Dengan
kerja keras dan tetap konsisten akhirnya dapat menyelesaikan naskahnya tepat
waktu.
Nah bagi yang ingin jadi penulis, mulailah menulis
dari sekarang. Tulislah apa saja. Perbanyak membaca buku referensi. Tulis
target. Capai target. Untuk menjadi penulis yang baik harus jadi pembaca yang
baik juga. Jadikan menulis itu ibadah. Tetap istiqomah. Esok atau lusa kita
sendiri yang akan merasakan manfaat besar dari tulisan tersebut. Sesuatu yang
bermanfaat, besar sekali bukan faedahnya ?
Sedikit rangkuman saya dari kelas menulis dengan pemateri Kak Zaenal Abidin penulis buku Tuhan Izinkan Aku Melupakannya.
Semoga menginspirasi. :)
Salam Ukhuwah
@annisaajuan
Salam Ukhuwah
Posting Komentar